Kamis, 08 Oktober 2015

[Percakapan] Hujan dan Angin



            Ketika Angin dan Hujan bertemu terjadilah percakapan seperti ini:
Angin : Hai hujan, bagaimana kabarmu? Lama tidak bertemu.
Hujan : Hai, kabarku baik. Kau sendiri bagaimana? Iya, aku sedang sibuk di negeri seberang.
Angin : Kabarku? Sama baiknya denganmu. Tapi aku tidak sesibuk kau, kawan (tertawa)
Hujan : (meringis) Ah bisa saja. Bagaimana keadaan di sana? Semua baik-baik saja kan?
Angin : Wah, tergantung kawan. Kabar siapa dulu yang ingin kau ketahui?
Hujan : Apa ada yang tidak beres? (mulai khawatir)
Angin : Jangan khawatir, aku hanya ingin tahu kabar siapa yang ingin kau dengar, karena aku tahu siapa yang kau maksud (menggoda)
Hujan : Siapa yang kau maksud? (berpikir) Ah, maksudmu si tanah kering?
Angin : Si tanah kering? (bingung)
Hujan : Iya, si tanah kering. Kenapa?
Angin : Tidak, aku hanya bingung mengapa kau tidak seantusias musim lalu saat menyebut namanya.
Hujan : Kau tahu kawan, aku sangat sibuk akhir-akhir ini, aku bolak-balik langit dan bumi untuk menemui-Nya. Memohon pada-Nya untuk segera mengizinkanku membasahi bumi. Aku lelah menunggu.
Angin : Lantas apa yang kau lakukan kawan?
Hujan : Aku mengatakan pada-Nya bahwa aku akan ikhlas diturunkan di mana dan kapan saja, tidak peduli lokasinya di mana dan kapan waktunya. Aku sangat ingin membantu makhluk bumi kawan.
Angin : (mendengarkan)
Hujan : Karena hal inilah yang membuatku sedikit-banyak melupakannya (tertunduk)
Angin : Kau melupakannya kawan? (memastikan) Bahkan ia sedetikpun tidak pernah melupakanmu.
Hujan : (bersedih) Aku tahu kawan, aku tahu. Aku tahu ia selalu membisikkan dan menyelipkan namaku di dalam doanya. Aku mendengar semuanya. Namun aku tidak bisa menyapanya kawan, karena belum saatnya untuk aku menemuinya.
Angin : Lantas, apa sekarang kau sudah bisa menemuinya kawan?
Hujan : Aku tidak tahu, aku bingung bagaimana kembali memulainya kawan. Terpisah selama beberapa bulan membuatku canggung di dekatnya.
Angin : Ayolah kawan, bagaimana mungkin kau canggung di dekatnya? Bukankah kalian berdua sudah saling mengenal?
Hujan : (tertawa)
Angin : Aku akan terus mendukung kalian. Aku berjanji akan menjadi saksi kawan.
Hujan : Kita lihat nanti saja kawan, aku belum berani untuk memastikan.
Angin : Jangan terlalu lama kawan, ia butuh kepastian (tersenyum)
Hujan :  (mengangguk) Aku tahu.

Senin, 05 Oktober 2015

[FANFICT] AIRPLANE - IKON



Kenalkan, namaku Minzy. Sejak kecil aku punya dua teman dekat yang selalu ada di saat aku butuh “tempat sampah” dan “tempat bermain”. Keduanya memiliki selera musik yang sama yaitu hip-hop, namun memiliki kepribadian yang cukup berbeda.
Bobby memiliki karakter free-spirit, namun akan sangat serius ketika sudah memasuki wilayah bermusiknya. Sedangkan Hanbin lebih tegas dan lugas, namun akan menjadi lemah jika berhadapan dengan wanita ^^
Awalnya, bahkan jauh sebelum kami lahir, kedua ibu mereka telah melakukan perjanjian bahwasanya jika anak mereka berdua laki-laki dan perempuan maka akan dijodohkan, namun sayangnya keduanya terlahir sebagai laki-laki. Maka perjanjian yang telah dilakukan itupun batal dan jadilah mereka berdua menjadi seperti saudara kembar yang terus berdua kemanapun mereka pergi. Lucu sekali.
Bobby lebih tua setahun dibandingkan Hanbin, namun Hanbin lebih memiliki leadership dibandingkan Bobby. Hal inilah yang menjadi nilai plus dari Hanbin yang menjadikannya idola di kalangan wanita.
Dengan leadership yang dimilikinya, Hanbin selalu mampu melindungiku. Bahkan di saat dia sendiri juga membutuhkan perlindungan. Teringat kejadian beberapa tahun yang lalu saat kami bertiga tersesat di hutan saat sedang melakukan perjalanan wisata sekolah. Bobby langsung memutuskan untuk mencari pertolongan dan pergi meninggalkan aku dan Hanbin di tengah hutan. Hanbin tidak banyak berkata saat itu, dia melepaskan Bobby pergi begitu saja dan terus menjagaku.
Saat kami ditemukan, Bobby langsung menggendongku dan membawaku ke mess dan menjagaku semalaman penuh. Sedangkan Hanbin harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami dehidrasi dan kakinya yang terluka cukup parah. Tanpa kutahu ternyata Hanbin terus mengisi botol minumku dengan air mineral miliknya agar aku tidak kehabisan air dan kakinya terluka saat mencoba mencari pertolongan dengan memanjat pohon.
Walau begitu, kepribadian Bobby lebih menarik bagiku. Free-spirit. Santai, bebas, lepas. Didekatnya aku selalu mampu menemukan diriku yang sebenarnya. Dia membuatku berani untuk bermimpi setinggi-tingginya walau kadang terasa irrasional namun dipikirannya akan menjadi rasional. Entah bagaimana dia selalu mampu menemukan sudut positif dari segala aspek.
Bobby selalu mampu menjadikan hal sederhana menjadi hal yang paling menyenangkan, bahkan sekedar sepasang sumpit, bisa menjadi alat bermain kami yang menyenangkan. Mengetuk-ngetukkan sumpit ke manapun yang kami suka untuk menghasilkan musik, musik indah dengan diiringi beat-box dari bibirnya. Luar biasa.
Namun, hal itu menjadi hal yang paling luar biasa jika ditambah dengan lirik dan additional music dari Hanbin. Sang produser kita. Hanbin sangat jenius dalam menciptakan lagu. Tidak hanya sekedar track belaka, namun lagu full. Aku bangga padanya.
Kami bertiga sering menghabiskan waktu bersama sepulang sekolah. Menjadikan waktu terbatas kami sebagai ajang pelepasan penat dan lelah setelah seharian beraktivitas. Menyenangkan bermain dengan mereka.
Tanpa kusadari ternyata muncullah rasa itu. Rasa yang menjadi perusak hubungan hebat kami. Rasa yang menjadi alasan untuk segalanya.
Tanpa kusadari Hanbin sering tersakiti olehku, tanpa kusadari pun aku sering tersakiti oleh Bobby. Tanpa kami sadari kami bertiga saling menyakiti.
Hingga akhirnya, mimpiku menjadi seorang desainer mulai menemukan titik terang. Aku diterima di kampus ternama di UK yang memiliki fasilitas lengkap untuk para desainer. Bobby benar, apa yang dikatakannya selama ini menjadi real bagiku.
Namun, fakta lainnya yang harus kuhadapi adalah aku harus meninggalkan mereka berdua di sini. Meninggalkan kedua sahabat hebatku dan cinta pertamaku.
Saat keberangkatanku bertepatan dengan audisi Show Me The Money Bobby dan Hanbin. Kecewa, tanpa mereka di sini maka kepergianku terasa menyedihkan. Setiap langkah yang kuambil di bandara terasa berat. Kuhembuskan napas dan berbalik ke belakang berharap di sana telah berdiri Bobby dan Hanbin, namun sia-sia. Akhirnya kulangkahkan kakiku mantap menuju ruang check-in, mencoba melapangkan hatiku.
**
            “Minzy-ah.”
            Tanpa kutahu ternyata ada seseorang yang sedang berlari menuju bandara dengan sisa-sisa tenaga terakhirnya. Dia berlari menyusulku sambil membawa kalung emas pertanda bahwa dia lulus audisi dan berhasil masuk ke babak selanjutnya di Show Me The Money.
            “Minzy-ah, aku datang..” bisiknya sambil membungkuk kehabisan napas di depan ruang check in.
            Kau tahu siapa yang menyusulku? Dia adalah cinta pertamaku, namun sayang, aku tidak pernah berani mendekatinya karena dia adalah idola di sekolahku bahkan sejak kami masih kanak-kanak. Aku merasa tidak cukup pantas untuknya.
            “Hanbin-ah,” bisikku lembut sambil memegang replika pesawat yang diberikannya padaku saat tahu aku diterima di UK.