Kenalkan, namaku Minzy. Sejak kecil aku
punya dua teman dekat yang selalu ada di saat aku butuh “tempat sampah” dan
“tempat bermain”. Keduanya memiliki selera musik yang sama yaitu hip-hop, namun
memiliki kepribadian yang cukup berbeda.
Bobby memiliki karakter free-spirit,
namun akan sangat serius ketika sudah memasuki wilayah bermusiknya. Sedangkan
Hanbin lebih tegas dan lugas, namun akan menjadi lemah jika berhadapan dengan
wanita ^^
Awalnya, bahkan jauh sebelum kami lahir,
kedua ibu mereka telah melakukan perjanjian bahwasanya jika anak mereka berdua
laki-laki dan perempuan maka akan dijodohkan, namun sayangnya keduanya terlahir
sebagai laki-laki. Maka perjanjian yang telah dilakukan itupun batal dan
jadilah mereka berdua menjadi seperti saudara kembar yang terus berdua
kemanapun mereka pergi. Lucu sekali.
Bobby lebih tua setahun dibandingkan
Hanbin, namun Hanbin lebih memiliki leadership dibandingkan Bobby. Hal inilah
yang menjadi nilai plus dari Hanbin yang menjadikannya idola di kalangan
wanita.
Dengan leadership yang dimilikinya,
Hanbin selalu mampu melindungiku. Bahkan di saat dia sendiri juga membutuhkan
perlindungan. Teringat kejadian beberapa tahun yang lalu saat kami bertiga
tersesat di hutan saat sedang melakukan perjalanan wisata sekolah. Bobby
langsung memutuskan untuk mencari pertolongan dan pergi meninggalkan aku dan
Hanbin di tengah hutan. Hanbin tidak banyak berkata saat itu, dia melepaskan
Bobby pergi begitu saja dan terus menjagaku.
Saat kami ditemukan, Bobby langsung
menggendongku dan membawaku ke mess dan menjagaku semalaman penuh. Sedangkan
Hanbin harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami dehidrasi dan kakinya
yang terluka cukup parah. Tanpa kutahu ternyata Hanbin terus mengisi botol
minumku dengan air mineral miliknya agar aku tidak kehabisan air dan kakinya
terluka saat mencoba mencari pertolongan dengan memanjat pohon.
Walau begitu, kepribadian Bobby lebih
menarik bagiku. Free-spirit. Santai, bebas, lepas. Didekatnya aku selalu mampu
menemukan diriku yang sebenarnya. Dia membuatku berani untuk bermimpi
setinggi-tingginya walau kadang terasa irrasional namun dipikirannya akan
menjadi rasional. Entah bagaimana dia selalu mampu menemukan sudut positif dari
segala aspek.
Bobby selalu mampu menjadikan hal
sederhana menjadi hal yang paling menyenangkan, bahkan sekedar sepasang sumpit,
bisa menjadi alat bermain kami yang menyenangkan. Mengetuk-ngetukkan sumpit ke
manapun yang kami suka untuk menghasilkan musik, musik indah dengan diiringi
beat-box dari bibirnya. Luar biasa.
Namun, hal itu menjadi hal yang paling
luar biasa jika ditambah dengan lirik dan additional music dari Hanbin. Sang
produser kita. Hanbin sangat jenius dalam menciptakan lagu. Tidak hanya sekedar
track belaka, namun lagu full. Aku bangga padanya.
Kami bertiga sering menghabiskan waktu
bersama sepulang sekolah. Menjadikan waktu terbatas kami sebagai ajang
pelepasan penat dan lelah setelah seharian beraktivitas. Menyenangkan bermain
dengan mereka.
Tanpa kusadari ternyata muncullah rasa
itu. Rasa yang menjadi perusak hubungan hebat kami. Rasa yang menjadi alasan
untuk segalanya.
Tanpa kusadari Hanbin sering tersakiti
olehku, tanpa kusadari pun aku sering tersakiti oleh Bobby. Tanpa kami sadari
kami bertiga saling menyakiti.
Hingga akhirnya, mimpiku menjadi seorang
desainer mulai menemukan titik terang. Aku diterima di kampus ternama di UK
yang memiliki fasilitas lengkap untuk para desainer. Bobby benar, apa yang
dikatakannya selama ini menjadi real bagiku.
Namun, fakta lainnya yang harus kuhadapi
adalah aku harus meninggalkan mereka berdua di sini. Meninggalkan kedua sahabat
hebatku dan cinta pertamaku.
Saat keberangkatanku bertepatan dengan
audisi Show Me The Money Bobby dan Hanbin. Kecewa, tanpa mereka di sini maka kepergianku
terasa menyedihkan. Setiap langkah yang kuambil di bandara terasa berat.
Kuhembuskan napas dan berbalik ke belakang berharap di sana telah berdiri Bobby
dan Hanbin, namun sia-sia. Akhirnya kulangkahkan kakiku mantap menuju ruang
check-in, mencoba melapangkan hatiku.
**
“Minzy-ah.”
Tanpa
kutahu ternyata ada seseorang yang sedang berlari menuju bandara dengan
sisa-sisa tenaga terakhirnya. Dia berlari menyusulku sambil membawa kalung emas
pertanda bahwa dia lulus audisi dan berhasil masuk ke babak selanjutnya di Show
Me The Money.
“Minzy-ah,
aku datang..” bisiknya sambil membungkuk kehabisan napas di depan ruang check
in.
Kau
tahu siapa yang menyusulku? Dia adalah cinta pertamaku, namun sayang, aku tidak
pernah berani mendekatinya karena dia adalah idola di sekolahku bahkan sejak
kami masih kanak-kanak. Aku merasa tidak cukup pantas untuknya.
“Hanbin-ah,”
bisikku lembut sambil memegang replika pesawat yang diberikannya padaku saat tahu
aku diterima di UK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar