Aku
sudah memilih, maka aku akan konsisten dengan pilihanku. Walau dia kerap
menggodaku, namun aku tahu bahwa jika aku tegas padanya maka semuanya tetap
akan begini. Semua yang telah kami lalui selama 2 tahun belakangan ini akan
berakhir dan terlupakan.
Gadis
lain sudah di sisiku, akan menemaniku entah sampai kapan. Berjalan beriringan
denganku entah ke mana. Tidak seperti dia yang hilang-timbul entah mengapa.
Aku tahu
bahwa keputusanku ini akan menjadi bumerang bagi diriku sendiri, namun aku
sudah lelah. Tanpa kusadari bahkan sejak tahun pertama kami aku sudah merasa
lelah. Bagaimana tidak? Menjalani hubungan yang kerap pasang-surut, menjalin
komunikasi intens ketika dia sering memiliki kekasih baru. Lalu aku apa? Statusku
apa?
Kali ini
biar aku yang memegang kendali, aku nakhoda di hubungan kami. Aku yang akan
menjadi penentu apakah hubungan ini akan kembali seperti dulu atau akan tetap seperti
sekarang, karam.
Andai
dia tahu betapa sulitnya melupakannya, bahkan sejujurnya sampai sekarang aku
ragu terhadap hatiku sendiri. Apakah benar keputusan yang telah kuambil?
Mengacuhkannya
adalah salah satu pilihan terbaikku, karena aku takut hatiku kembali luluh
terhadapnya ditambah lagi ternyata dia sudah putus dengan kekasih barunya itu.
Apakah aku masih punya kesempatan? Ha, pikiran gila itu kembali muncul di
benakku.
Tidak,
aku tidak akan kembali padanya. Kapal ini tidak akan pernah kembali ke
pelabuhan itu, aku tidak akan kembali menyulitkan diriku sendiri di tengah
badai hanya untuk sampai ke pelabuhan itu.
Gadis
lain sudah memberiku banyak walau hubungan kami baru hitungan bulan. Bahkan
keputusanku untuk berpindah keyakinan karena dia yang memberiku pencerahan. Dia
memberiku cahaya, dan aku percaya padanya. Aku hanya mampu berharap kalau
dengan keputusan ini, cinta Illahi akan kugenggam dan menjadi penuntunku
menuju-Nya.
“Semoga kau
juga bahagia dengan hidupmu, sayang,” hanya itu yang mampu kukatakan padamu
melalui doa-doa yang kupanjatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar