Rabu, 28 Agustus 2013

My Little Journey (Part II)


           Kuraih handphone No**aku yang tergeletak manis di bawah kolong tempat tidur, kutekan asal keypadnya. Terlihat jelas waktu sudah menunjukkan pukul 6.07 WIB. Aku terlonjak kaget! Aku telat, pikirku.

       Tanpa pikir panjang aku langsung bangkit berdiri dan berjalan menuju lemari dan kamar mandi. Langkahku sempat terhenti sebentar karena kepalaku terasa pusing. Darah rendah. Haa, setelah terdiam sebentar aku kembali melanjutkan langkahku. Aku mandi dengan terburu-buru, menyiapkan segala sesuatu dengan terburu-buru, Alhamdulillah aku solat tidak dengan terburu-buru. Aku sudah ready ketika waktu menunjukkan pukul 6.30 WIB. Sepertinya aku berbakat dalam melakukan segalanya dengan cepat.

          Sekarang aku bisa sedikit santai, pikirku. Toh, janjiannya pukul 7.00 WIB. Aku mulai memperlambat gerakanku. Aku meraih handphone dan mulai menge-check akun twitter serta facebookku. Siapa tahu ada mention atau notifications baru. Setelah waktu menunjukkan pukul 6.45 WIB, aku mulai bergegas.

          Kulangkahkan kakiku menyusuri jalan Balebak hingga Balio dan melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum alias angkot. Sesampainya di Bara ujung, aku kembali berjalan menuju Bank B**. Ya, di sanalah lokasi pertemuanku dengan Jendral Nadya.

          Kulirik parkiran Bank tersebut dan ternyata tidak ada siapa pun yang juga sedang menunggu. Apa aku terlalu cepat? Rasanya waktu tepat menunjukkan pukul 7.00 WIB. Hah, ini pertanda bahwa aku sepertinya akan menunggu lagi kali ini. Kukira tadi aku sudah telat, pikirku. Baiklah, sudah biasa jika seorang Mala menunggu dan sangat tidak biasa jika ditunggu.

        Aku mulai berjalan menuju teras depan Bank tersebut yang sering dijadikan orang-orang sebagai tempat duduk. Aku mulai memainkan handphone, membunuh rasa bosan karena menunggu. Jujur, aku paling tidak suka menunggu, tapi justru aku malah sering banget menunggu orang.

         Kusms Jendral Nadya, menanyakan lokasinya saat itu. Dia bilang bahwa sebentar lagi dia akan datang. Baiklah, sepertinya sebentar lagi akan ada pertemuan pertama antara prajurit 3 dengan jendralnya.

       Dan setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Jendral Nadya masuk ke lapangan parkir dan langsung menghampiriku. Wah, ternyata jendralku cantik :D Sayangnya, pujianku itu tidak berlaku untuknya. Jendral malah berkata, “Wah, aslinya gak sama dengan fotonya. Lebih gendut.” PLAK.. Straight to the point sekali jendral, pikirku. Tapi tak apa, aku sudah biasa dikatai gendut -___-

       Jendral Nadya bilang bahwa kami akan menunggu Kak Fiki dulu. Lalu, kami bertiga akan berangkat bersama menuju Stasiun Bogor. Di sana kami akan bertemu dengan Fathia yang juga merupakan seorang prajurit (prajurit 4). Saat ini, dia sedang berjuang membeli tiket KRL untuk kami.

        Lama menunggu, ternyata Kak Fiki datangnya telat. Jadi, jendral memutuskan untuk kami berangkat lebih dulu. Kak Fiki akan menyusul kami di stasiun.

      Sesampainya di stasiun, ternyata antrian tiket sudah sangaaaaat panjang. Efek dari pemberlakuan peraturan baru, yaitu tiket KRL berjaminan. Commuter Line. Sampai ada wartawan yang sedang meliput, sayangnya aku dan jendral tidak ikut kesorot, sial!

         Jujur, ini kali pertama aku naik kereta (lagi) sejak aku belum sekolah dulu. Sudah lupa rasanya naik kereta, lagian dulu itu keretanya masih yang duduk berempat berhadap-hadapan. Persis seperti kereta api di film Harry Potter. Aku over excited melihat tiket KRL berbentuk kartu (seperti KTP atau ATM).

            Setelah men-tap tiket di mesin, aku masuk ke peron dengan semangat ‘45. Aku melihat keramaian di sana. Ternyata di peron juga ada wartawan yang sedang meliput. Bahkan dia sampai merekam dalam gerbong khusus wanita.

            Aku kira kami sudah bisa langsung berangkat, ternyata tetap harus menunggu lagi. Ya sudahlah. Tidak sampai setengah jam menunggu, kereta tujuan Tanah Abang datang. Aku bertambah excited dan mulai berlari menyejajari langkah kaki Jendral Nadya. Fathia dan Kak Fiki tertinggal di belakang. Mungkin jendral dan Kak Fiki bagi tugas untuk menjaga kami, adik-adik kecil (hehehe ~).

            Ternyata naik gerbong khusus wanita itu harus rebutan. Untung aku sudah diwanti-wanti dari awal oleh mereka, jadi aku sudah prepare untuk bertarung memperebutkan kursi dengan penumpang wanita lainnya. Dan TARAA.. Aku berhasil duduk. Begitu juga dengan jendral. Kami duduk berdampingan. Kak Fiki dan Fathia terpisah dengan kami, tapi Alhamdulillah mereka juga mendapatkan kursi.

            Perjalanan kami tempuh lebih dari sejam. Lalu, setelah sampai di stasiun Tanah Abang, kami lanjut naik kereta pertama menuju Palmerah. Di kereta menuju Palmerah ini, kami berempat harus berdiri. Tak apalah, sebentar kok perjalanannya. Lagian lebih seru berdiri, hanya saja pegangan tangannya terlalu tinggi untuk ukuran badanku yang pendek -____-

            Sesampainya di Palmerah, kami berempat langsung menyebrang. Lalu, kami mulai meyeruak di antara para pengunjung pasar. Tidak lama kemudian, sampailah kami di gedung megah di bawah ini.



            Yap, sebenarnya tujuan dari perjalanan panjang kami adalah Kompas TV. Hari ini kami akan bertemu dengan mereka untuk membicarakan masalah kontrak kerja sama untuk acara Journalistic Fair IPB 2013. Pengalaman pertamaku mengunjungi stasiun TV ternama Indonesia. Inilah alasan mengapa aku bela-belain buru-buru melakukan segala hal tadi pagi. Ya, karena aku akan mengunjungi gedung ini.

            Setelah Kak Fiki dan Jendral berbicara dengan staff di sana, yaitu Mas Riyan, Mas Yuni, dan Mbak Anye. Akhirnya, kami pulang dengan gegap gempita. Mengapa? Karena mereka setuju untuk menjadi pembicara di seminar dan talkshow JF.

            Kami pulang tidak dengan tangan hampa. Setelah selesai solat dzuhur di musholla depan samping gedung. Aku mengajak Kak Fiki, Jendral, dan Fathia untuk bernarsis ria di depan gedung. Sayangnya fotoku tidak bisa aku tampilkan di sini, dikarenakan saat foto diambil jilbabku terbang dan tidak menutupi aurat. Mungkin aku bisa menampilkan foto mobil Kompas TV yang sedang terparkir manis di parkiran depan gedung.

Mobil ini insyaallah akan datang mengunjungi IPB bulan September dan Oktober.
           
            Setelah selesai berfoto, kami melanjutkan langkah untuk kembali pulang. Akan tetapi, suara perut menghentikan langkah kaki kami di suatu Rumah Makan Padang. Puas menyantap makan siang, kami kembali masuk ke stasiun Palmerah. Tidak lupa sebelumnya membeli tiker trayek saja menuju Tanah Abang, sebesar Rp 4500,-

            Sampailah kami di Stasiun Tanah Abang.


  
            Lalu, kembali melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Bogor. Kabar gembira dalam perjalanan pulang ini adalah bahwa tidak ada lagi antrian panjang dan serobotan seperti tadi pagi. Kali ini stasiun lengang. Kami berempat bahkan bisa memilih mau duduk di mana. Akhirnya kami putuskan untuk duduk di tengah dan duduk berdampingan. Tentu saja tetap di gerbong khusus wanita.

            Jendral langsung tertidur begitu duduk di kursi sambil menyematkan headset di kedua telinganya. Aku, Fathia, dan Kak Fiki terlibat pembicaraan seru perihal dunia jurnalistik. Semua hal kami bahas, tapi aku lebih banyak diam dan mendengarkan mereka berbicara. Aku lebih memilih untuk diam karena ternyata banyak ilmu dan informasi yang bisa kudapatkan dari mereka. Pengetahuanku tentang jurnalistik tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka berdua.
            Hingga akhirnya kami lelah, diskusi seru itu pun berakhir. Fathia tertidur di pundakku. Aku dan Kak Fiki lebih memilih untuk diam. Sebelum Fathia jatuh tertidur, dia sempat meminjamkanku novel karya Ustadz Felix Y. Siauw yang “How to Master Your Habits”.

            Kubolak-balik buku itu untuk mengusir rasa bosan dan lelah. Hingga akhirnya sampailah kami Stasiun Bogor. Setelah menukar tiket dengan uang jaminan Rp 5000,- kami pun berlalu dari sana dan melanjutkan perjalanan pulang menggunakan angkutan umum. Kami berpisah dengan Fathia di sebuah stasiun yang jujur aku tidak tahu namanya (maklum, aku jarang keluar dari asrama dan kosan). Karena Fathia hendak pulang ke rumahnya, ya, kebetulan Fathia juga anak Bogor.

            Kami bertiga pun naik angkutan umum menuju Kampus Dalam. Sesampainya angkutan umum di ujung Bara, jendral pamitan dan turun. Tinggalah aku dan Kak Fiki. Kami mengobrol ringan hingga sampailah kami di Balebak depan Bumbu Wangi. Kali ini, giliran aku yang pamitan. Kak Fiki berkata sebelum aku berlalu dari sana, “Ya, gue ditinggal sendiri.” Hehe maaf kakak, tapi memang ini jalan menuju kosan Mala :))

            Akhirnya, perjalanan panjang, lelah, dan seru kami ini pun berakhir. Haah, kapan lagi aku bisa melakukan perjalanan seperti ini? Jika ada yang mengajakku berpetualang lagi, pasti aku mau! Hem, mungkin saat teman-teman sedepartemenku akan ngedanus di Monas kali ya atau ketika mereka ngamen? Hem, bisa dipertimbangkan. Hikmah dari perjalanan seperti inilah yang bisa aku ambil pelajarannya. Tidak hanya dalam bentuk teori, tetapi juga dalam bentuk nyata.

Senin, 26 Agustus 2013

Peluang Pengembangan Ekonomi Hijau di Kota Medan

commons.wikimedia.org


Keadaan lingkungan di Kota Medan saat ini cukup memprihatinkan. Sudah sulit menemukan pepohonan di tengah kota. Bahkan di beberapa tempat yang dulunya masih ditumbuhi oleh pepohonan sekarang sudah hampir musnah digantikan oleh pembangunan perumahan, perkantoran, dan caffe shop.
 
Apalagi saat ini sedang ada pembangunan jembatan layang di daerah Simpang Pos. Hal ini menyebabkan abu dan asap kendaraan mengganggu penglihatan dan pernapasan para pengguna jalan. Ukuran jalan yang dapat digunakan juga berkurang akibat beberapa tempat di jalan tersebut digunakan untuk meletakkan beberapa bahan bangunan.

Ada satu hal yang sedikit mengganggu perihal pepohonan di Kota Medan, yaitu pohon-pohon yang ada di Kota Medan dicat dengan warna hitam-putih dan dipaku dengan berbagai brosur iklan atau kampanye. Bukankah itu dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pohon tersebut?

Rumah-rumah di Kota Medan juga sudah sedikit yang menanam pohon di pekarangan rumahnya. Padahal jika setiap rumah minimal menanam satu pohon maka udara di Kota Medan bisa sedikit lebih dingin. Ya, saat ini suhu udara di Kota Medan sangat panas. Hal ini disebabkan oleh polusi udara yang semakin parah dan jumlah pohon yang semakin sedikit.

Solusi untuk mengatasi beberapa hal di atas adalah dengan membangun taman kota yang berfungsi sebagai paru-paru kota, layaknya Kebun Raya Bogor di Kota Bogor. Serta mengurangi jumlah kendaraan pribadi, menanam minimal satu pohon di setiap rumah, membuang sampah pada tempatnya, dan tetap menjaga lingkungan di mana pun kita berada.

Kesimpulannya, peluang pengembangan ekonomi hijau di Kota Medan sangat besar. Tergantung dari bagaimana cara para pemimpin Kota Medan dalam mengembangkan peluang tersebut. Seperti yang saya sebut di atas, bisa dengan membangun taman kota atau memberlakukan aturan menanam minimal satu pohon di setiap rumah. Serta mengurangi pembangunan perumahan dan perkantoran.

Sabtu, 17 Agustus 2013

Akhirnya, Kisah (Pedih) Ini Berakhir Juga



   
Source: http://achmadsyarif.blogspot.com
        
           Kisahku berakhir juga hari ini. Kembali kuinjakkan kakiku di kota kembang, meninggalkan Kota Pekanbaru jauh di belakang sana. Hati ini meraung pedih tak rela harus meninggalkan kota indah itu. Karena otomatis aku juga harus meninggalkan dia. Hem, lebih tepatnya aku juga harus meninggalkan kenangan bersamanya di sana.

               Apa kalian, para pembaca, berpikir bahwa aku benar-benar meninggalkannya?

         Kalau kalian berpikir iya, kalian salah. Karena sejujurnya, kami juga tak pernah menyatukan komitmen. Ini “cinta sebelah pihak”. Hanya hatiku yang setiap malam merindukannya. Hanya otakku yang setiap hari memikirkannya. Hanya aku yang setiap saat mencintainya. Miris? Iya.

            Lebih menyakitkannya lagi, hati ini sudah jatuh sejak empat tahun yang lalu. Sayangnya, sejak itu pula hati ini terus diabaikan olehnya. Tidak, dia tidak sejahat itu. Dia mengabaikan rasa ini karena “dulu” dia tidak tahu tentang keberadaan hati ini.

            Apa kalian, para pembaca, bertanya, “Apakah sekarang dia sudah tahu?”

            Aku akan menjawab, “Iya, dia sudah tahu. Sayangnya dia tahu bukan dari mulutku sendiri.”

            Aku tak pernah berani untuk menyatakannya, aku terlalu pengecut untuk itu. Aku lebih memilih untuk merasa sakit daripada membiarkannya tahu tentang hati ini.

            Kalian penasaran dengan kelanjutan hubungan kami setelah dia tahu?

            Aku akan menjelaskan, “Tidak ada. Tidak ada kelanjutan di hubungan kami.”

            Seperti yang aku katakan di atas, dia tahu dari orang lain. Jadi, ketika dia bertemu kembali denganku setelah empat tahun berpisah, hanya sebuah senyuman yang diberikannya untukku. Dia tidak tahu bahwa hati ini terus meronta setiap kali aku mengingatnya.

            Saat bertemu dengannya pun aku hanya bisa tersenyum, tidak tahu harus berbuat apa. Karena dengan melihatnya saja itu sudah “cukup” untukku. Walau melihatnya dari jauh sekali pun, itu sudah sangat “cukup” untukku.

            Ya, aku adalah seorang Secret Admirer. Aku adalah seorang pengagum rahasianya. Bahkan hingga detik ini. Detik ketika kuinjakkan kakiku di Bandung, Jawa Barat.

            Memutuskan menjadi seorang SA (secret admirer) seharusnya sudah siap dengan resiko “hanya bisa melihatnya dari jauh”. Dulu aku siap, karena dulu aku bisa melihatnya hampir setiap hari di sekolah. Tapi sekarang, rasanya duniaku runtuh. Harapanku porak poranda. Aku tidak akan pernah bisa lagi melihatnya. Bahkan dari jauh sekali pun. Tempat kami dipisahkan oleh sebuah selat, pemisah Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Bagaimana aku bisa melihatnya?

            Sebenarnya, ini bukan kali pertama aku berpisah dengannya. Hanya saja, ini adalah liburan kuliah pertamaku bisa kembali melihatnya. Dulu, hati ini pernah mengkhianatinya. Bahkan hingga dua tahun lamanya. Hanya saja sejak pertemuan malam itu, rasa yang dulu kukira sudah mati, kembali merayap masuk. Mendobrak sela-sela luka penantian itu tiada ampun. Ya, hati ini kembali jatuh untuk yang kedua kalinya. Padahal tiga tahun lalu, dia pernah berusaha untuk bangkit dan berhenti untuk menanti. Sayangnya usaha hati ini gagal, kasihan.

            Sudahlah, lupakan semua kisahku. Kisah menyedihkan tentang seorang gadis (SA) yang sangat (?) mencintai seorang pria.

            Inspired: Analogi Cinta Sendiri (OKA @landakgaul)

Senin, 05 Agustus 2013

Inspired: Infinite - Man In Love



            
           Banyak di antara kita, para cewek, nganggap cowok-cowok itu suka ngasih harapan palsu ke kita. Terkadang aku mikir, itu memang cowoknya yang suka ngasih harapan palsu atau kitanya aja yang keGRan? Makanya sebelum kita ngecap si “dia” itu cowok yang suka PHP, aku mau ngasih tahu apa ciri-ciri cowok yang lagi fallin’ in love.

            Beberapa ciri yang bakal aku sebutin di bawah ini, aku ambil dari liriknya boyband korea, Infinite yang Man In Love. Saran aku sih, dengerin sendiri lagunya sambil diresapi lirik versi Englishnya. Biar berasa banget betapa romantisnya lagu itu.

            Ciri yang pertama, cowok yang bener-bener lagi fallin’ in love bakal suka sama lagu yang awalnya dia gak suka -mungkin karena lagunya dianggap cemen sama dia (baca: lagu cinta)- dan dia berubah jadi suka karena dia anggap lagunya pas banget sama suasana hati dia saat itu. Para cewek juga suka ngerasa gitu kan kalau lagi jatuh cinta ;)

            Yang kedua, cowok bakal lebih aware sama penampilannya. Padahal sebelumnya, mungkin aja dia itu jarang mandi. Dia gak mau dong cewek yang dia suka kabur karena nyium bau badannya kkk ~

            Yang ketiga, para cowok akan selalu ingin untuk berada di dekat kita. Tapi, bedain juga sama cowok yang ternyata cuma pengen ngutang sama kita kkk ~

Yang keempat, mereka akan banyak melakukan hal yang tidak terduga dan mereka ingin memberikan semua yang mereka punya hanya untuk kita dengan satu harapan, yaitu hati kita. Dia berharap dengan dia melakukan yang terbaik untuk kita, kita bakal jatuh hati sama dia.

            Mereka gak bakal ngerasa rugi untuk kehilangan sepuluh demi mendapatkan satu. Karena mereka gak mau menyesal di akhir ketika ternyata cewek yang dia suka gak memilih dia. It’s means, they are always trying their best. 

            Yang kelima, sama kayak cewek ketika lagi jatuh cinta, para cowok juga bakal sering ketawa tanpa sebab dan mereka bilang ke cewek yang dia suka kalau dia itu berbeda dari yang lain. Jadi, jangan samakan dia dengan mantanmu (kayak lagu Ello).

            Intinya sih kalau kalian ngerasa ada cowok yang bertingkah kayak yang aku sebutin di atas, kalian harus lebih aware sama dia. Kasihan dong kalau semua perhatian dan usaha yang dia berikan untuk kalian dianggurin gitu aja. Karena terkadang cowok yang kalian suka itu belum tentu yang terbaik untuk kalian. Prinsip untuk para cewek sih, lebih baik dicintai daripada mencintai hahaha