Kisahku
berakhir juga hari ini. Kembali kuinjakkan kakiku di kota kembang, meninggalkan
Kota Pekanbaru jauh di belakang sana. Hati ini meraung pedih tak rela harus
meninggalkan kota indah itu. Karena otomatis aku juga harus meninggalkan dia.
Hem, lebih tepatnya aku juga harus meninggalkan kenangan bersamanya di sana.
Apa
kalian, para pembaca, berpikir bahwa aku benar-benar meninggalkannya?
Kalau
kalian berpikir iya, kalian salah. Karena sejujurnya, kami juga tak pernah
menyatukan komitmen. Ini “cinta sebelah pihak”. Hanya hatiku yang setiap malam
merindukannya. Hanya otakku yang setiap hari memikirkannya. Hanya aku yang
setiap saat mencintainya. Miris? Iya.
Lebih
menyakitkannya lagi, hati ini sudah jatuh sejak empat tahun yang lalu.
Sayangnya, sejak itu pula hati ini terus diabaikan olehnya. Tidak, dia tidak
sejahat itu. Dia mengabaikan rasa ini karena “dulu” dia tidak tahu tentang
keberadaan hati ini.
Apa
kalian, para pembaca, bertanya, “Apakah sekarang dia sudah tahu?”
Aku
akan menjawab, “Iya, dia sudah tahu. Sayangnya dia tahu bukan dari mulutku
sendiri.”
Aku
tak pernah berani untuk menyatakannya, aku terlalu pengecut untuk itu. Aku
lebih memilih untuk merasa sakit daripada membiarkannya tahu tentang hati ini.
Kalian
penasaran dengan kelanjutan hubungan kami setelah dia tahu?
Aku
akan menjelaskan, “Tidak ada. Tidak ada kelanjutan di hubungan kami.”
Seperti
yang aku katakan di atas, dia tahu dari orang lain. Jadi, ketika dia bertemu
kembali denganku setelah empat tahun berpisah, hanya sebuah senyuman yang
diberikannya untukku. Dia tidak tahu bahwa hati ini terus meronta setiap kali
aku mengingatnya.
Saat
bertemu dengannya pun aku hanya bisa tersenyum, tidak tahu harus berbuat apa. Karena
dengan melihatnya saja itu sudah “cukup” untukku. Walau melihatnya dari jauh
sekali pun, itu sudah sangat “cukup” untukku.
Ya,
aku adalah seorang Secret Admirer.
Aku adalah seorang pengagum rahasianya. Bahkan hingga detik ini. Detik ketika
kuinjakkan kakiku di Bandung, Jawa Barat.
Memutuskan
menjadi seorang SA (secret admirer)
seharusnya sudah siap dengan resiko “hanya bisa melihatnya dari jauh”. Dulu aku
siap, karena dulu aku bisa melihatnya hampir setiap hari di sekolah. Tapi
sekarang, rasanya duniaku runtuh. Harapanku porak poranda. Aku tidak akan
pernah bisa lagi melihatnya. Bahkan dari jauh sekali pun. Tempat kami
dipisahkan oleh sebuah selat, pemisah Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Bagaimana
aku bisa melihatnya?
Sebenarnya,
ini bukan kali pertama aku berpisah dengannya. Hanya saja, ini adalah liburan kuliah
pertamaku bisa kembali melihatnya. Dulu, hati ini pernah mengkhianatinya.
Bahkan hingga dua tahun lamanya. Hanya saja sejak pertemuan malam itu, rasa
yang dulu kukira sudah mati, kembali merayap masuk. Mendobrak sela-sela luka
penantian itu tiada ampun. Ya, hati ini kembali jatuh untuk yang kedua kalinya.
Padahal tiga tahun lalu, dia pernah berusaha untuk bangkit dan berhenti untuk
menanti. Sayangnya usaha hati ini gagal, kasihan.
Sudahlah,
lupakan semua kisahku. Kisah menyedihkan tentang seorang gadis (SA) yang sangat
(?) mencintai seorang pria.
Inspired: Analogi Cinta Sendiri (OKA
@landakgaul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar