Hari ini aku mendapat pencerahan
mengenai social media. Pencerahan yang seperti apa?
Baik, aku akan mulai bercerita.
Pagi ini diawali dengan kuliah
Ekonomi Perikanan di Ruang Audit PAU. Tidak, cerita kali ini tidak ada
hubungannya sama sekali dengan mata kuliah Ekoperik.
Komti ESL 49 seperti kesal bukan
main saat dia mengatakan bahwa hampir saja dia meng”unfollow” aku di twitter
disebabkan oleh kesukaanku terhadap KPOP. Aku akui bahwa ketika aku sedang
online, maka hampir semua berita mengenai idola yang aku suka akan aku RT.
Jadi, tidak heran jika hampir 20 kali RT yang kulakukan dalam sekali waktu akan
membuat para followersku geram.
Aku sadar, tapi nyatanya tetap saja
kulakukan. Ini gerak refleks namanya huhu
Dia menyadarkanku bahwa benar social
media itu adalah sarana untuk menuangkan perasaan, dan lain sebagainya, tapi
tetap saja harus menjunjung “kode etik” dalam persocialmedian (maafkan
bahasanya) ><
Bahkan dia tahu mengenai kejadian
kecelakaan mobil yang terjadi pada Ladies Code, girlband asal Korea Selatan
beberapa waktu yang lalu tersebut. Dia pun sampai menyebutkan nama salah satu member
yang meninggal.
Hal ini menyadarkanku bahwa bukan
hanya dia saja yang telah kurugikan mengenai hal ini, tetapi juga beberapa nama
yang telah rela mengikutiku di twitter. Mulai saat ini, aku tidak akan meRT
hal-hal seperti itu lagi melainkan hanya akan menjadi konsumsi pribadiku saja.
Perubahan yang luar biasa, bukan?
Lalu, dosen mata kuliah Ekonomi
Perikanan, beliau juga menyadarkanku bahwa betapa pentingnya sebagai mahasiswa untuk
membuat sebuah PKM. Bukan mahasiswa namanya jika belum pernah sekalipun membuat
sebuah PKM. Karena begitu pentingnya sebuah PKM, maka dia menganjurkan kami
untuk segera membuat kelompok PKM. Bahkan dia menyarankan beberapa ide PKM agar
kami, esl 49, terpacu.
Penjelasan beliau memacu aku untuk
membuat sebuah PKM, tapi masih dalam proses perundingan dengan temanku. Berdoa
saja semoga semuanya lancar dan rencana ini dapat berjalan dengan baik, aamiin
><
Hal terakhir adalah mengenai mata
kuliah PKP, entah mengapa kuliah hari ini begitu menyenangkan bagiku. Banyak
informasi seputar pertanian, ekonomi, dan lain sebagainya yang beliau beberkan
kepada kami. Terutama segala permasalahan dan sistem yang masih carut marut
saat ini. Hal ini membuatku sangat ingin membuat sebuah kultweet.
Hanya saja aku sadar betapa masih
terbatasnya pengetahuanku mengenai hal-hal tersebut. Alasannya karena aku malas
membaca koran, aku malas menonton berita, aku malas mendengar pembicaraan ataupun
diskusi mengenai politik, dan lain sebagainya.
Aku sangat ingin menjadi beberapa
dari mereka yang tulisannya sering dimuat di koran dan mereka yang buah
pikirannya sangat ditunggu oleh masyarakat. Aku sering bertanya, “Kapan aku
bisa berada di posisi mereka?”
Aku tahu banyak kesempatan dan
peluang yang telah diberikan padaku, tapi akhirnya aku sia-siakan begitu saja.
Contoh: saat aku menjadi panitia di Kompas Saba Kampus. Aku bertemu langsung
dengan Mas Ingki Rinaldi, salah satu reporter handal di Kompas. Bahkan aku
ditunjuk sebagai LO beliau, tapi nyatanya aku tidak berani dan minta diganti
dengan panitia yang lain. Nyaliku terlalu kecil.
Padahal jika saja saat itu aku
berani mengobrol dengan beliau, maka link kerjaku tak akan sesempit ini.
Peluangku untuk menjadi seorang penulis tidak akan sedangkal ini.
Lalu, ketika aku diterima sebagai
seorang reporter magang di Koran Kampus IPB. Benar tulisanku masih banyak
kekurangan di sana-sini, tapi salah seorang senior yang saat itu menjabat
sebagai pemimpin redaksi telah memuji tulisanku. Walau tulisanku lebih sering
dia bongkar habis karena masih terlalu bertele-tele dan belum berbentuk seperti
sebuah artikel penuh wawasan, tapi setidaknya dia menghargai dan mengatakan
bahwa itu sudah bagus.
Dia memberiku banyak arahan dan
kepercayaan bahwa aku bisa menulis, tapi pada akhirnya aku keluar juga. Aku
merasa kalau bakatku bukanlah sebagai seorang jurnalis, aku hanya suka menulis,
tapi bukan tentang hal itu. Aku berpikir bahwa mengukir sebuah kalimat untuk
menjadi sebuah artikel penuh intrik adalah hal yang bukan passionku. Hal itu
begitu sulit untuk kujalani, hingga akhirnya aku bergabung ke dalam sebuah tim
redaksi majalah departemen, Maroon.
Tulisanku memang langsung dimuat di
sana, tanpa melewati sebuah proses editing yang ketat seperti waktu di Korpus
dulu, tapi justru hal itulah yang membuatku kecewa. Aku menginginkan sebuah penilaian
dan koreksi atas apa yang telah aku hasilkan.
Saat ini, aku merasa malu atas tulisanku yang telah dimuat karena aku masih terlalu mentah untuk dipercayai sebagai seorang reporter atau bisa jadi ini adalah sebuah langkah kecilku untuk mewujudkan mimpi besarku menjadi seorang reporter ><
Tidak ada komentar:
Posting Komentar