Hai, perajuk kejutan. Apa kabarmu?
Kuharap kau bahagia di sana.
Apa kau sudah bertemu dengan teman baru yang mampu
mencerahkan harimu? Kuharap, iya.
Mungkin aku bukan teman yang baik untukmu, karena
aku telah mengabaikan hari yang kau anggap bersejarah di hidupmu. Hari kau
terlahir ke dunia, menghirup dan menatap dunia untuk pertama kalinya.
Maaf, jujur saja aku memang tidak hapal tanggal
ulang tahunmu. Aku juga tidak merasa harus terlalu buru-buru merayakannya,
namun bukan berarti itu tidak penting bagiku. Aku terus memikirkan cara yang
pantas merayakannya bersamamu dan yang lainnya.
Aku dan yang lain sering berdiskusi mengenai hal
ini, tapi tetap saja berakhir dengan “omong-omong” dan “rencana” saja.
Hingga akhirnya kau mengaku bahwa kau kesal dan
kecewa pada kami. Akan tetapi, kau hanya meluapkan perasaanmu itu padaku
seorang. Tak apa. Terserahmu saja berbuat apapun.
Sebenarnya aku juga kecewa pada diriku sendiri,
biasanya aku mampu jadi si penggerak, tapi entah kenapa saat ini aku hanya
ingin jadi si pengikut. Tapi tidak lagi.
Lihatlah, si perajuk kejutan, kadomu sudah
teronggok manis di atas meja belajarku. Apakah kau masih mau menerimanya?
Tenang, kadomu pasti tak akan mengecewakan.
Oyah, bagaimana dengan caramu bersikap cuek
begitu? Tingkahmu berubah 180 derajat saat pertama kali aku mengenalmu. Apakah
semua ini benar hanya karena sebuah kejutan dan kado yang tak kunjung ada? Hahaha
sungguh kekanakan.
Dewasalah sobat, jangan bertingkah menyebalkan
begini. Jangan buat orang-orang berbalik membencimu. Kau pantas marah, tapi kau
harus ingat waktu.
Saat kau berada di dunia kerja, jika kau terus
bertingkah seperti ini, kurasa kau akan sulit nantinya. Dewasalah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar