Hari ini aku ditugaskan untuk mewawancarai seniorku di
kampus. Hasil wawancara tersebut akan digunakan sebagai salah satu pengisi
halaman di majalah departemen Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Lingkungan
(dulunya Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan) IPB, yaitu Maroon Magazine.
Aku bersyukur direkrut menjadi bagian dari majalah ini
karena aku bisa bertemu dan berbincang langsung dengan tokoh-tokoh yang cukup
expert di bidangnya. Sebut saja Pak Yusman Syaukat yang notabene adalah Dekan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB dan Kak Deanty (seniorku) yang sering
lalu-lalang ke luar negeri mewakili kampus dan Indonesia.
Senang rasanya bisa bertatap muka langsung dengan
beliau-beliau yang telah banyak makan asam garam kehidupan. Senang pula rasanya
saat pertanyaan yang kubuat dengan hasil pemikiran sendiri dijawab oleh mereka.
Kekanakan mungkin, tapi tidak salah juga jika aku berpikiran begitu. Aku
bukanlah seorang reporter handal. Aku hanyalah seorang mahasiswi biasa yang
senang menyelami dunia jurnalistik. Tidak ada orang yang pernah menyebutku
sebagai seorang reporter, hanya diriku sendiri yang men-stereotype diriku
begitu.
Banyak pelajaran inspiratif yang bisa kuambil dari kisah
perjalanan Kak Deanty. Bahwa kita jangan pernah menyerah, terus berusaha, dan
jangan pernah terlalu memusingkan perkataan negatif orang lain.
Usia muda adalah masa emas. Kita dapat mencoba semua hal
baru tanpa perlu memusingkan kegagalan. Kegagalan itu wajar jika dialami
sekarang karena kita bisa bangkit dan mencoba lagi. Masih banyak waktu untuk
memperbaiki diri. Akan tetapi, jika usia tua itu sudah datang maka tidak ada
waktu lagi untuk mencoba karena tinggal mendalami dan mewarisi saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar