Aku bingung. Aku memang suka nulis,
tapi bukan berarti aku bisa menulis kapan pun aku mau. Aku menulis tergantung
mood. Ketika moodku sedang bagus maka ide cerita akan terus mengalir di
kepalaku, tapi jika moodku sedang jelek maka untuk berpikir jernih saja rada
susah.
Temanku banyak yang menginginkan kisah hidupnya aku tulis,
tapi tidak semudah itu. Karena seperti yang aku bilang tadi, aku menulis
tergantung mood dan ketika aku benar-benar sedang berada dimood yang baik maka
aku tidak akan berhenti menulis sampai aku merasa puas dan passionku
tersalurkan. Bukan aku tidak ingin mengabulkan permintaan mereka, tentu saja
aku mau. Hanya saja tidak semudah itu, aku bukanlah penulis profesional seperti
Primadona Angela, Orhizuka, atau Raditya Dika, dan lain-lain. Aku adalah seorang penulis
pemula yang masih dalam tahapan pembelajaran.
Genre tulisanku adalah real life. Menurutku,
menulis based on true story itu feelnya lebih dapat dan ide cerita itu bakal
ngalir terus karena kita sudah ada gambaran bagaimana kelanjutan kisahnya.
Sering cerita hidupku sendiri yang kutulis, bukan bermaksud menjual kisah
sendiri, tapi rasanya menyenangkan bisa berbagi pengalaman dengan orang banyak.
Tidak heran mengapa aku suka mendengarkan curhatan dari kakak dan teman-teman. Cerita
mereka bisa aku jadikan sebuah inspirasi dalam menulis. Hanya saja terkadang
karena bukan aku sendiri yang mengalaminya, feel tokoh utama belum bisa aku
kuasai dengan sempurna. Masih butuh banyak perombakan.
Tulisanku juga masih jauh dari kata bagus, tapi banyak yang
bilang padaku bahwa semakin sering kita menulis maka insyaallah tulisan kita
akan semakin baik. Sebenarnya bukan masalah teori yang belum kupahami, tetapi
kosakataku yang masih kurang. Jadi, terkadang kata-kata yang kurangkai itu
masih terlalu sederhana. Itulah alasanku mengapa aku membuat akun di Kompasiana
dan membuat sebuah blog. Selain untuk menyalurkan hobi, aku juga masih terus
belajar menulis. Aku menulis secara rutin agar kemampuanku terus terasah.
Sambil menyelam minum air, mungkin itu istilah yang tepat
untukku. Selain aku dapat menyalurkan hobi dengan mempublish tulisanku, aku
juga bisa merasakan euforia ketika tulisanku dibaca oleh orang lain. Bahkan terkadang
aku mendapat komentar berupa pujian maupun kritikan. Jujur memang yang aku
ingin dengar itu lebih kepada sebuah pujian, tapi aku tidak akan pernah mampu
membuat karya yang lebih baik jika hanya mendengar pujian saja. Makanya aku
sangat mendengarkan kritikan ataupun saran dari pembacaku, semua yang mereka
ungkapkan sangat aku hargai. Bahkan aku sangat berterima kasih karena sudah mau
repot-repot menganalisis rangkaian kata yang kulukis indah di secarik kertas
(halaman Word).
Senang bercampur bangga jika tulisanku dibaca oleh orang
lain. Mengapa orang lain aku garis bawahi? Karena aku tidak mengenal
mereka. Jadi, jika tulisanku jelek aku tidak perlu merasa malu dan ketika orang
yang kukenal yang membaca tulisanku maka tidak bisa dielakkan lagi, aku pasti
merasa malu. Semenarik apapun tulisanku, tetap saja ada rasa yang mengganjal di
pikiranku. Mentalku masih payah. Entah bagaimana mengubah cara berpikirku ini. Kalau
begini terus bisa-bisa aku tidak akan pernah benar-benar menulis sebuah novel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar